puisi 

Puisi-puisi Muhamad Arifin

Muhamad Arifin, lahir pada 21 April 1998 di dusun Domas, Desa Kenteng, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah. Kini tinggal di masjid kampus Universitas Semarang dan tercatat sebagai mahasiswa ilmu komunikasi USM. Bergiat di Forum Komunikasi Mahasiswa Islam USM. Buku kumpulan puisi bersama Memo Anti Terorisme (2016) Aquarium & Delusi 1000 Penyair Terpilih Nusantara penulis buku tamu Gunawan Maryanto (2016).

 

Sekar

 

surti melahirkan sebelum senja beranak jingga
bapak pulang menjebak ikan di pelabuhan
dukun bayi menabuh perut dengan kesungguhan
bapak terkejut meletakkan dua ekor kerapu di dekat dapur

terdengar rengek dari rahim surti
permata ayu terksih menjadi puisi bagi keluarga
bapak mendayung harapan di sebuah kota
menggarisi rindu sulaman yang merdu

sekar sudah besar, pak!
sepanjang usia ia menjaga
dari pertengkaran sunyi dan gila keluarga
akhirnya sekar sekolah
gurunya gemintang purnama
gugur menjadi langgam jawa

sekar anak semesta
apa saja ia sulap menjadi doa
setelah dewasa
bapak dan ibu menyentuh kening sekar
”abadikanlah, nak! Langkah sucimu
pada tanah kelahiranmu”

sekar putri desa
menjadi perbincangan waktu
sekolah, pasar, kafe, kucingan, dapur
atas kecantikannya yang merona bianglala

Semarang, 2017.

 

 

 

Sisa Mawar yang Tergenang Luka

 

sebelum putus angin darimu
sebuah jejak sesak pada ingatanmu semalam
namamu memompa siklus darahku
sebelum kupatahkan menjadi jeruji puisi.

teropong rumahmu menjadi meditasi
hujan kecil membakar pandangan berpeci
diatas pohon mangga depan rumahmu
seekor burung menggigil
memohon reda

hampir sama sebuah doa
dalam suasana api dan rongga kata
memupuk tulang rusuk atas temali tuhan
remang mencekam

sebuah usaha sebelum menjadi luka
mengenalmu
dari sisa-sisa akar yang terbakar
sia-sia usia menjaga.

Semarang, 13 Agustus 2017.

 

 

Belajar Ziarah
genap seminggu laki-laki itu
mendatangi sebuah makam angker
tak ada istilah untuk menabur mawar
lengking matahari di ingatannya melacak
sunyi berantakan

labirin di setiap wajah makam selalu meneriakkan
airmata saja akan menjelma kemarau
apalagi musim
yang menjadi cambuk
hingar bingar pucuk bukit
memupuk nisan dan penunggunya

setiap yang luka neraka
sementara jika pelataran melati
bisa membawa potret surgawi
meski dalam tahap pertanyaan
dari malaikat-malaikat muram
dua keabadian yang kekal

Semarang, 13 Agustus 2017.

 

 

Takwil Tiga Malam

 

Jika di kotamu mimpi-mimpi masih menunggu
dan bintang malam
menyuguhkan letupan bintang
di tepi sungai yang jernih

ikan-ikan berjalan di tepi rembulan
memeriksa angin-angin
pukul tiga menyala
kemudian datang lelaki bersorban cahaya
lari kecil-kecil ditubuh bumi
bermimpi melukis sajadah sujud kesendirian

tubuhnya gigil meneguk cemas
sukma meronta, jendela terbuka
takbir tahmid ia cinta

pagi-pagi sekali tiba
tubuhku berwarna merah meriah
berupaya menjaga mimpi yang nganga itu turun
dan merujuk dari harapan-harapan hidup
hingga aku mengenal
: jika malam tak kau sandar
hanyalah kekosongan duka meraja

lekaslah berbenah kata-kata.

 

Semarang, 07 Februari 2017.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

15 − 14 =